Jika ditanya tentang kisah cinta paling inspiratif dalam
Islam, semua orang pasti akan menjawab kisah cinta Yusuf dan Zulaikha,
Muhammad SAW dan Khadijah, atau Fathimah dan Ali bin Abi Thalib. Kisah
ketiga pasangan ini selalu disebut-sebut dalam banyak tulisan.
Zulaikha
yang sangat mencintai Yusuf selama bertahun-tahun, Muhammad SAW yang
tetap bersedia menikahi Khadijah meski jauh lebih tua darinya, dan
Fathimah dan Ali yang diam-diam saling mencintai. Melihat bagaimana
mereka akhirnya dipersatukan dalam ikatan pernikahan, mejadikan kita
sadar betapa kuasa Allah membuat skenario indah untuk setiap hamba-Nya
di muka di bumi ini.
Tapi
tahukah, di antara 3 kisah tadi, masih ada satu kisah cinta lagi yang
tidak kalah menariknya? Kisah yang mengabarkan pada kita, bahwa cinta
itu bukan memaksakan kehendak. Kita tidak pernah dilarang untuk
mencintai, namun saat tiba masanya untuk memilih antara cinta dan Allah,
kita tidak akan punya jawaban lain selain tetap setia pada Allah.
Muslim yang baik pasti akan menempatkan Allah di mahligai teratas dalam
hatinya, hingga apabila seluruh manusia di muka bumi ini benci padanya,
itu tidak akan jadi masalah selagi cinta Allah tetap mengucur deras
untuknya.
Inilah
inti kisah cinta kali ini, yaitu kisah cinta putri Rasulullah, Zainab,
dan seorang pemuda Qurays bernama Abil Ash bin Rabi. Inilah kisah cinta
yang terjalin antara seorang Muslimah dan seorang Non Muslim. Kisah yang
insyaAllah akan menjadi pembelajaran bagi kita semua.
Zainab
dilahirkan saat Nabi berusia 30 tahun. Ketika mencapai usia perkawinan,
Halah binti Khuwailid meminang Zainab untuk puteranya, Abil Ash bin
Rabi, seorang lelaki mulia dengan kekayaan yang melimpah. Halah binti
Khuwailid sendiri adalah saudara perempuan Khadijah binti Khuwailid.
Khadijah
juga telah yang mengasuh Abil Ash seperti anak kandung sendiri sehingga
ia diijinkan keluar masuk rumah Rasulullah seperti rumah sendiri.
Karena itu, sejak kecil ia bergaul dengan Zainab puteri Rasulullah
seperti saudara kandung sendiri. Zainab sangat senang mendengar cerita
perjalanannya dan cerita lain yang menarik.
Karena
itulah pinangan Abil Ash diterima Zainab dengan suka cita, juga
Rasulullah dan Khadijah. Pernikahan akhirnya digelar. Seluruh penjuru
Makkah berbahagia atas bersatunya pasangan yang serasi ini.
Usai
pesta pernikahan, Khadijah pergi menemui kedua suami isteri yang saling
mencintai itu dan mendoakan agar keduanya mendapatkan berkah. Kemudian
dia melepas kalungnya dan menggantungkannya ke leher Zainab sebagai
hadiah. Sejak itu Zainab tinggal di rumah suaminya.
Zainab
dan Abil Ash memang selalu hidup dalam keharmonisan, namun perkawinan
itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada Rasulullah SAW. Ketika Islam
datang, Zainab pun tanpa ragu langsung beriman. Akan tetapi Abil Ash
tidak mudah meninggalkan agamanya. Maka kedua suami isteri itu merasa
bahwa kekuatan yang lebih kuat dari cinta mereka berusaha memisahkan
antara keduanya.
"Tidak
akan tercapai tujuan di antara kita, wahai Zainab, kecuali engkau tetap
dalam agamamu dan aku tetap dalam agamaku. Demi Tuhan, ayahmu bukanlah
seorang yang tertuduh. Tetapi aku tidak ingin dikatakan bahwa aku
meninggalkan kaumku, dan menjadi kafir mengingkari agama nenek moyangku
hanya demi menyenangkan isteri.” Ucap Abil Ash saat baru saja pulang
dari perniagaan.
Pasangan
suami isteri itu terdiam sebentar sambil merenung. Keduanya kaget
tatkala mendengar sebuah bisikan, "Jika agama memisahkan antara kedua
jasad mereka, maka cinta mereka akan tetap ada hingga keduanya
dipersatukan oleh sebuah agama."
NOTE:
Zainab masih terus tinggal di Makkah bersama suaminya karena pada saat
itu belum ada larangan pernikahan beda agama. Mereka baru berpisah
setelah kepulangan Abil Ash (pasca menjadi tawanan perang Badr) karena
telah turun QS Al-Mumtahanah 60:10 dan Al-Baqarah 2:221 yang melarang
wanita muslimah hidup bersama sebagai suami istri dengan pria kafir.
Hari
berganti, tibalah saatnya Rasulullah untuk hijrah ke Madinah. Betapa
sedihnya Zainab karena ia tidak bisa mengikuti sang ayah berhijrah,
karena sang suami maupun keluarganya tidak mengijinkan. Hingga perang
Badr berkecamuk, Zainab adalah satu-satunya Muslimah yang tinggal
bersama kafir Qurays di Makkah.
Saat
pasukan kafir Qurays dan Muslim bertemu di lembah Badr, Abil Ash
merupakan salah satu orang yang berada dalam barisan kafir Qurays. Ia
mmerangi pasukan yang dipimpin oleh mertuanya sendiri. Hingga akhirnya
sejarah mencatat, pasukan Muslim yang kalah jumlah itu berhasil
memenangi peperangan.
Tidak
sedikit dari kafir Qurays yang kehilangan nyawa, sedangkan sisanya
menjadi tawanan. Abil Ash masuk dalam daftar tawanan. Ia digiring menuju
kota Madinah. Keluarga para tawanan di Makkah pun berbondong-bondong
mengirimkan tebusan pada Rasulullah, salah satunya datang dari Zainab.
Ia mengirimkan sebuah kalung pemberian sang Ibu untuk menebus suaminya.
Mengingat
putrinya dan kalung itu, hati Rasulullah gerimis. Tiba-tiba wajah
Khadijah hadir di depan matanya. Rasulullah tidak sampai hati. Beliau
berkata, "Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan (Abil Ash) dan
mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah." Mereka menjawab,
"Baiklah, wahai Rasulullah."
Abil
Ash pun dibebaskan. Saat itulah ia berjanji pada sang mertua untuk
membebaskan Zainab dan mengembalikan kepada beliau di Madinah. Abil Ash
pun pulang ke Makkah bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri.
Kini ia tahu betapa cinta dan kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang
untuknya, meski agama menjadi tembok pemisahnya.
Begitu
sampai di rumah, Abil Ash mengucapkan terimakasih pada sang istri. Ia
pun berkata, "Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab." Ucapnya sambil
berusaha berbesar hati.
Pada
hari yang telah ditetapkan, Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki
Anshor diutus Rasulullah untuk menjemput Fatimah di pinggiran dusun di
luar kota Makkah.
Abil
Ash tidak kuasa menahan tangisnya saat melepas kepergian sang istri.
Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia
mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir selama kekuasaan
agama ini berdiri di antara kedua hati dan masing-masing berpegang pada
agamanya. Yang membuatnya lebih sedih lagi, ia tidak bisa mengantarkan
Zainab keluar kota Makkah karena keadaan pasca perang saat itu.
Abil Ash pun mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi, untuk mengantarkan Zainab. Ia berpesan,
"Hai,
Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukan Zainab dalam jiwaku.
Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy yang menemaninya keluar
kota Makkah, dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup membiarkannya
berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah
menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut
dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan
wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak
panah yang penghabisan."
Rupanya
perjalanan Kinanah membawa Zainab tidaklah berjalan mulus, karena kafir
Qurays selalu menghalangi. Ketika Zainab berada di punggung unta,
Hubar bin Aswad Al-Asadi menusuk perut unta dengan lembing, hingga
Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya telah gugur di
atas gurun pasir. Tapi ketabahan dan kemantapan hatinya yang dilandasi
iman serta Islam, membuat keberaniannya semakin membara, hingga tetap
mantap hijrah ke Madinah. Setelah melewati beberapa hambatan, Kinanah
berhasil membawa Zainab pada waktu malam, lalu menyerahkannya kepada
Zaid bin Haritsah dan temannya.Keduanya pergi mengantarkan Zainab kepada
Rasulullah SAW.
Berpisahlah
Zainab dengan suami tercinta dan kedua buah hatinya. Cinta Abil Ash dan
Zainab benar-benar diuji. Tidak ada lagi jalan untuk bertemu. Abil Ash
tetap tinggal di Makkah. Ia selalu murung dan menyendiri karena sang
belahan jiwa tidak lagi ada di sisinya. Zainab pun tinggal di Madinah
bersama sang ayah. Ia jadi sering sakit-sakitan karena cinta dan
kerinduan yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang
menguatkan tekadnya, tentu ia akan tetap bersama Abil Ash hingga ajal
yang memisahkan.
Selalu Ada Jalan Bagi Allah untuk Mempersatukan Dua Anak Manusia
Minggu
berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abil Ash keluar
bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalanan pulang dia
berjumpa pasukan Rasulullah SAW yang berhasil merampas hartanya,syukur
mereka tidak membunuhnya. Kini Abil Ash tidak punya apa-apa lagi. Bukan
hartanya saja yang ludes, melainkan juga harta yang dititipkan
orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup kembali ke Makkah?
Di
tengah keputus asaan itu, Abil Ash teringat Zainab, wanita yang begitu
mencintai dan setia padanya. Maka diputuskan pada suatu malam Abil Ash
memasuki Madinah dengan sembunyi-sembunyi. Ia berhasil bertemu Zainab
dan segera mengemukakan maksud kedatangannys, bahwa ia ingin meminta
bantuan Zainab untuk melindunginya, dan jika bisa, ia juga berharap
hartanya bisa dikembalikan.
Cinta
di hati Zainab masih tersimpan rapi untuk Abil Ash, karena itu pula ia
bersedia melindungi lelaki tersebut. Ketika masyarakat Madinah
mengetahui keberadaan Abil Ash di Masjid, mereka segera berkerumun dan
berniat untuk menangkapnya. Tapi kemudian Zainab berseru, "Hai,
orang-orang, aku telah melindungi Abil Ash bin Rabi. Dia dalam lindungan
dan jaminanku."
Rasulullah
SAW yang sedang shalat menyelesaikan shalatnya, beliau segera menemui
orang banyak dan bersabda : "Wahai, orang-orang, apakah kalian tidak
mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendah seorang
Muslim, mereka tetap dapat memberi perlindungan." Kemudian beliau masuk
menemui puterinya. Zainab berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya jika
Abil Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putera paman. Jika
dianggap jauh, ia bapak dari anakku, dan aku telah melindunginya.”
Rasulullah
kemudian berpesan,"Wahai, puteriku, muliakanlah tempatnya dan jangan
sampai dia menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia
masih musyrik." Meski begitu, Nabi SAW tetap terkesan melihat kesetiaan
puterinya kepada suami yang ditinggalkan.
Singkat
cerita berdasarkan permohonan secara halus Rasulullah SAW,harta Abil
Ash bisa dikembalikan. Beberapa orang di antara par perampas berkata
"Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini,
karena semua ini milik orang-orang musyrik?"
Tahukah
apa yang dijawab Abil Ash? Ia berkata,"Sungguh buruk awal Islamku, jika
aku mengkhianati amanat yang dipercayakan padaku." Namun saat itu
benih-benih iman sudah tumbuh subur di hatinya.
Mereka
pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abil Ash demi kemuliaan
Rasulullah SAW dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun
kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak yang
telah diamanahkan padanya.
Setelah
mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri
dan berkata, "Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di
antara kalian padaku?" Mereka menjawab, "Tidak. Semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan
mulia."
Abil Ash berkata,
"Aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba
dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di
hadapan Muhammad SAW, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku
ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian
dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam."
Akhirnya
Allah menunjukkan skenarionya yang begitu indah untuk Zainab dan Abil
Ash. Keluarga yang pernah berpisah selama 6 tahun itu akhirnya kembali
bersatu dalam satu atap rumah tangga bersama anak-anak mereka. Mereka
kini tinggal dalam satu atap, satu iman dan satu perjuangan dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar